About my Blog

But I must explain to you how all this mistaken idea of denouncing pleasure and praising pain was born and I will give you a complete account of the system, and expound the actual teachings of the great explorer of the truth, the master-builder of human happiness. No one rejects, dislikes, or avoids pleasure itself, because it is pleasure, but because those who do not know how to pursue pleasure rationally encounter consequences that are extremely painful. Nor again is there anyone who loves or pursues or desires to obtain pain

Kamis, 24 Januari 2013

Menopang Indonesia (?)

Setelah terlalu lama vakum, kayanya ga ada salahnya membangunkan blog "mati suri" ini.

Dengan dunia baru saya hari ini, tentunya saya punya pandangan yang banyak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dan entah kenapa kepikir untuk ngomong soal ini, Menopang Indonesia (?)

Kenapa ada tanda tanya-nya? Karena itu sebenarnya memang masih jadi tanda tanya, Apa kita benar-benar harus menopang Indonesia?

Beberapa bulan lalu,saya terlibat perbincangan dengan seorang teman SMA, yang sekarang sekolah di Perguruan Tinggi favorit di Indonesia. Dalam obrolan itu, ia cerita soal kemana para seniornya mau mengabdi. secara jelas disebut nama perusahaan asing yang top dalam bidang energy. Oke, memang terdengar bergengsi dan sangat keren, seandainya bisa kerja di perusahaan itu, tapi dalam pikiran saya, "Mana pengabdian mereka buat negara?"

Seiring waktu berjalan, banyak hal baru yang saya pahami, dan lama-lama muncul pertanyaan yang lumayan bergemuruh dalam pikiran saya, seharus apa jadi pengabdi buat negara? Rasa-rasanya, saya mulai setuju, dengan si senior temen saya itu. Ga ada masalah kalo kita mau melangkah keluar dari jalur pengabdian untuk negara. Kenapa? Mana rasa nasionalisme saya? Apa ini namanya terlalu jauh jatuh dalam jurang pesimisme? Apa saya udah jadi orang yang terlalu materialistis, hingga mencita-citakan kehidupan nyaman di luar negara ini?

Semuanya muncul dan berkecamuk. Semuanya cukup membingungkan dan membelokan banyak jalur yang selama ini saya tata dan cita-citakan. Bayangkan, untuk jadi pegawai negeri sipil susahnya setengah mati, tapi peluang selain jadi pegawai negeri sipil sebenarnya berserakan dimana-mana. Memang iya, memang nyata. Tapi, bukan itu poin utama dari kegoyahan dan kegalauan saya untuk masa depan saya sendiri. Yang jadi poin dasar semua kebimbangan ini adalah, susahnya menghidupi dan merangkai negeri sendiri.

Indonesia punya banyak orang hebat, ilmuwan, negarawan, politisi, cendekiawan, pengusaha, dan berbagai orang hebat lainnya. Tapi ketika orang-orang hebat tadi diberi tongkat kepemimpinan untuk mengelola negara kita, atau, hanya sebagian dari negara kita, entah itu daerah, atau lembaga, atau departemen, rasanya kehebatan orang-orang tadi jadi ga ada apa-apanya. Malah orang yang tadinya hebat itu jadi bahan cacian orang-orang. Habibie misalnya, orang pandai yang namanya di pakai dalam hitungan membuat pesawat, dan diakui banyak orang kejeniusannya, jadi bahan cacian ketika tahun 1998-1999 ia jadi presiden. Dahlan Iskan, Pimpinan perusahaan media besar di Indonesia ini, jadi bahan gunjingan dan dicurigai banyak pihak ketika menjabat sbg Meneg BUMN hari ini. Joko Widodo, atau kita akrab menyapa pak Jokowi, nominator People of The Year 2012, versi majalah Time, bersanding dengan Barrack Obama dan banyak tokoh dunia lain, juga nominator World Mayor 2012, rupanya keistimewaan dan kehebatannya seolah-olah mulai pudar dimata banyak orang ketika Jadi Gubernur DKI.

Indonesia ini terlalu punya banyak mulut. yang sehari-harinya mengkritisi perilaku pemimpin-pemimpin kita. Seolah-olah pemimpin kita ini adalah dewa yang selalu punya obat manjur mengobati borok penyakit yang terlalu bau dan mendalam lukanya di negara kita ini. Padahal "borok penyakit" ini lah yang seharusnya jadi fokus cercaan agar si "kuman pembawa borok" ini segera pergi dan "obat manjur" bapak-bapak hebat kita ini bisa dijalankan dengan efektif.

Banyak orang Indonesia hari ini seolah lupa dengan apa yang diajarkan disekolah tentang nilai dan norma sehingga banyak penduduk kita bermental buruk. saya baru dapat cerita dari seorang teman, tentang ditipunya usaha katering keluarganya oleh orang kepercayaan keluarganya yang berimbas ikut menipunya para pegawai ke keluarga teman saya selaku pemilik katering. Contoh-contoh macam ini yang bikin kita harus berpikir terbuka bahwa, ga gampang mengatur negeri 240 juta lebih penduduk dengan mental macam itu. Mental egois yang cenderung mikirin kantong, perut, dan kepentingan sendiri.

Tiba-tiba terbayang dalam kepala saya susahnya manjadi seorang birokrat di Indonesia yang harus tahan mental dan iman menghadapi trik-trtik dan permainan cantik untuk mencapai kebulusan yang ada dikepala mereka. Betapa itu hal yang mengerikan, ketika kita punya sejuta mimpi untuk indonesia tapi kita justru ditodong kawan-kawan se-Indonesia sendiri. Menahan saja ga terbayang sulitnya apa lagi mengubahnya? Secara realistis tanpa bermaksud pesimistis, rasanya akan begitu susah untuk meluruskan lagi kerumitan di negeri ini tanpa kebesaran hati, dan kelegowoan dari setiap kawan di Indonesia untuk mau diubah secara sadar agar tercipta Indonesia yang kita impikan. Kalau sikut-sikut mereka, jegalan, hingga ludah mereka tetap ada di badan kita, durhakakah kita bila berpikir untuk berhenti menopang mereka? Berhenti bermimpi Menopang Indonesia?

0 komentar:

Posting Komentar