About my Blog

But I must explain to you how all this mistaken idea of denouncing pleasure and praising pain was born and I will give you a complete account of the system, and expound the actual teachings of the great explorer of the truth, the master-builder of human happiness. No one rejects, dislikes, or avoids pleasure itself, because it is pleasure, but because those who do not know how to pursue pleasure rationally encounter consequences that are extremely painful. Nor again is there anyone who loves or pursues or desires to obtain pain

Senin, 21 Juli 2014

Balada si corong angkuh

corong yang satu ini bukan corong-corong lain. Corong yang satu ini mulanya tampak kokoh. Di dorong sekuat tenaga pun kelihatannya percuma, ia tak akan bergeming barang sesenti pun. Corong yang satu ini kukira lantang bukan kepalang. Teriak tak pandang bulu, yang meleng sedikit kena tempeleng. Corong ini kukira jadi jawaban yang hakiki dari gelisahnya umat manusia di bumi. Si corong yang kokoh, lantang, dan berani tiada terkira. Mau digonggongi ratusan bahkan ribuan anjing, si corong ini ya bakal seperti ia adanya. Lantang menerjang, apapun dihadang. Corong ini kuanggap seperti nabi yang luar biasa tegar, lurus pada jalan yang diyakininya. Namun, ya hanya kuanggap, hanya kukira.

Belum juga bumi sampai lagi habis mengelilingi matahari, mulai tampak aslinya corong kokoh ini. Si corong yang kuanggap jawabann dari semua pertanyaan ini sedikit-sedikit mulai nampak belangnya. Si Corong lantang bukan kepalang ini bukannya surut lantangnya, ia tetap lantang. Tapi kutatap lagi, lantangnya ganjil. Lantangnya bukan lantang yang lurus selurus tuntunannya. Lantangnya ini lurus sesuai arahannya sendiri. Ia tetap lantang, tetap lurus, tapi ia sendiri yang buat garis lurusnya, ia sendiri yang atur garis lurusnya, tak peduli apakah lurusnya ini elok dipandang, apakah lurusnya ini melindas apapun yang bisa dilindas, apakah lurusnya ini memang lurus yang seharusnya lurus, Si corong tak peduli.

Ia bukan surut beraninya, tetap ia berani, tetap ia menyalak ketika di gonggongi ratusan anjing tapi kutatap lagi si corong, ada yang ganjil. Ia berani menyalaki anjing manapun, bahkan anjing santun yang diam saja dan tidak menggonggong ikut ia menyalakinya. Corong kebanggaanku ini kelewat berani, tiap ia melenggang bukan anjing pun dipelototinya, digonggonginya, diintimidasi sedemikian rupa, bukan anjing, apapun itu yang padahal hanya diam saja, hanya senyum, santun pula tingkah polahnya tapi empuk untuk digonggongi. Corong ini habisi dia, karena corong kebanggaanku ini tak pudar beraninya.

Si corong ini bukan berkurang kokohnya. Kulihat tempo hari raksasa hijau berbadan besar mendorongnya sampai bersimbah peluh, si Corong ini diam saja, masih kokoh juga, tegar luar biasa. Entah corong kokoh yang kubanggakan ini terbuat dari apa bisa demikian kokohnya. Luar biasa. Tapi corong ini kutatap lagi, dan lagi-lagi, ada keganjilan yang menyilaukan mata. Si corong ini terlampau kokoh tak mau dengar auman singa, gonggongan anjing, embikan kambing, apapun yang berbunyi corong hanya diam tak bergeming. Bahkan ditiup topanpun ia hanya diam tak bergeser bahkan satu mili. Corong ini mulai terlampau kokoh, tak mau dengar ketika garis lurusnya bunuh burung-burung yang hanya besiul di sore hari. Tak peduli ketika terlampau berani ia tempeleng siapapun, tak hanya mereka yang meleng, yang mencoba berjalan lurus pun bagaimanapun caranya ia tempeleng. Ya, corong kebanggaan ku ini terlampau kokoh, tak peduli, tak bergeming.

Corong yang kulihat dan kukira lantang, berani, kokoh ini memang seperti apa yang kulihat dan kukira. Tapi corong yang kukira menjawab segala pertanyaan ini mulai belang dan hanya teguh pada jawabannya sendiri tak peduli ada halilintar yang tak setuju, topan yang mengamuk karena beda ucap. Corong ini terlalu angkuh.

0 komentar:

Posting Komentar